Tradisi Naik Dango

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Kearifan lokal merupakan hasil warisan budaya, yang terbentuk dari suatu kebiasaan masyarakat sebagai adaptasi terhadap alam dan lingkungan tempat tinggalnya. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk ini sifatnya turun-temurun, setiap masyarakat memiliki cara sendiri untuk  melestarikan kearifan lokal daerahnya.
            Kearifan lokal yang terbentuk tentu saja mengandung nilai-nilai religi atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Seiring berjalannya waktu, keberadaan kearifan lokal semakin tersingkirkan dengan masuknya berbagai perkembangan teknologi. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk melestarikan kearifan lokal di setiap daerahnya.
            Prospek dari kearifan lokal tentu saja sangat bergantung kepada bagaimana masyarakat melestarikan kembali kearifan lokal yang ada, serta bagaimana cara untuk mengubah pola pikir masyarakat dari pola pikir mekanik ke pola pikir holistik, sehingga kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dapat dimanfaatkan tanpa mengganggu keseimbangannya.
                Sebagai masyarakat Multikultural, kita harus melestarikan keberagaman Adat istiadatyang menjadi kebudayaan kita di Indonesia. Pengetahuan akan berbagai budaya disuatu daerah tentu saja sangat  membantu kita dalam memahami keberagaman kebudayaan yang ada, sehingga terhindar dari sikap fanatisme sempit yang memandang satu budaya yang paling baik, sedangkan budaya lain itu buruk.

B.     Rumusan Masalah
                       1.          Apa asal usul budaya naik dango ?
                       2.          Bagaimana tradisi yang dilakukan ketika naik dango berlangsung ?
                       3.          Apa makna dari upacara naik dango ?

C.    Tujuan
                       1.          Mengetahui asal mula budaya naik dango
                       2.          Mengetahui tradisi-tradisi pada budaya naik dango
                       3.          Mengetahui makna dari upacara naik dango

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Mula Naik Dango
            Asal mula upacara naik dango didasari dari mitos tentang asal mula padi yang berasal dari setangkai padi milik jubata (sang pencipta) di gunung bawang yang dicuri oleh seekor burung pipit, dan jatuh ke tangan Ne Jaek (Nenek Jaek) yang sedang mengayau (memenggal kepala).
            Kepulangan Ne Jaek yang hanya membawa setangkai padi milik jubata, dan bukan kepala hasil kayauannya menyebabkan ia diejek. Selain itu, Ne Jaek juga mendapat pertentangan ketikan akan membudidayakaan padi yang didapatnya tersebut, sehingga ia diusir.
            Ne Jaek pun pergi mengembara, dan selama pengembaraan tersebut, ia bertemu dengan jubata, dan ia menikah. Hasil perkawinannya dengan jubata adalah Ne Baruankng kulup. Ne Baruankng kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada “talino” (manusia), lantaran dia senang turun ke dunia manusia untuk bermain gasing.  Perbuatannya ini juga menyebabkan ia diusir dari Gunung Bawang dan akhirnya ia kawin dengan manusia.
            Ne Baruangk kulup lah yang memperkenalkan padi atau beras untuk menjadi makanan sumber kehidupan manusia, sebagai pengganti kulat (jamur yang merupakan makanan manusia sebelum mengenal padi). Namun proses untuk memperoleh padi tersebut sangatlah menakjubkaan, terjadi pengusiran, akan tetapi jubata tetap menunjukkan kebaikan hatinya bagi manusia.
            Oleh karena itu, masyarakat dayak selalu melakukan ritual upacara naik dango setiap tahunnya, selain untuk berterimakasih kepada jubata, masyarakat juga berdoa agar padi yang mereka makan menjadi berkah bagi manusia.

B.     Tradisi Naik Dango
            Upacara naik dango merupakan suatu ritual bagi suku dayak Kalimantan Barat. Upacara ini merupakan kegiatan panen padi atau pesta padi sebagai ungkapan syukur masyarakat dayak kepada Nek Jubata (Sang Pencipta) terhadap segala nikmat yang telah diberikan. Melalui upacara naik dango yang dilakukan setiap tahun ini, seluruh masyarakat dayak Kalimantan Barat memohon kepada sang Pencipta (Jubata) agar diberi hasil panen padi yang melimpah pada tahun yang akan datang, serta memohon agar masyarakat dihindarkan dari  berbagai bencana dan malapetaka.
            Tradisi naik dango yang dilakukan di Kalimantan Barat ini setiap tahunnya dilaksanakan secara bergilir di Kabupaten/Kota yang ada di Kalimantan Barat, sebagai contoh Upacara naik dango ke VII pernah dilakukan di kota Pontianak tepatnya di desa Lingga, kecamatan Sei Ambawang. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat melestarikan berbagai seni kebudayaan dayak.
            Dalam tradisi nenek moyang dayak, naik dango diawali dengan pertemuan antar penduduk di kampung setelah panen padi, untuk merencanakan pelaksanaan naik dango. Setelah diputuskan hari pelaksanaan naik dango, setiap keluarga di kampung sehari sebelumnya melakukan acara masak-masak, sebagai simbol hasil dari kebudayaan agraris masyarakat. Masyarakat biasanya memasak beras ketan didalam buluh, membuat kue tumpi, memasak nasi dan membungkusnya dalam daun layang, serta masyarakat juga harus menyediakan ayam yang masih hidup. bahan-bahan itu dibawa ke dango bersama dengan padi hasil panen. Dalam dango dilaksanakannya pemujaan kepada jubata, dan setelah pemujaan tersebut, seluruh warga makan bersama.
               Upacara naik dango memiliki beberapa tahapan, yaitu :
                      1. Sebelum hari pelaksanaan, dilakukan pelantunan mantra (nyangahathn) yang disebut    matik. Kegiatan ini bertujuan untuk memohon restu kepada jubata
                                      2.  Saat hari pelaksanaan dilakukan 3 kali nyangahathn, yaitu :
-       Pertama di sami, hal ini bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang agar datang kembali ke rumah adat.
-       Kedua di baluh/langko, kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan semangat padi di tempatnya, yaitu di lumbung padi.
-       Ketiga di pandarengan, hal ini bertujuan untuk berdoa memberkati beras agar dapat bertahan dan tidak cepat habis.
                    Kegiatan naik dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya dayak yang dilaksanakan rutin setiap tahun. Kegiatan inti dari upacara naik dango ini hanya berlangsung satu hari saja, akan tetapi karena banyak menampilkan berbagai upacara adat, permainan tradisional, dan berbagai bentuk kerajinan tangan yang juga bernuansa tradisional, sehingga acara ini berlangsung selama tujuh hari penuh.
                        Upacara adat naik dango merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pagelaran kesenian dayak yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (SEKBERKESDA) pada tahun 1986. Pagelaran itu merupakan semangat ucapan syukur kepada jubata yang dilakukan oleh masyarakat dayak Kendayan di Manyuke setiap tahun usai masa panen padi
C.     Makna Naik Dango
            Setiap tradisi tentu memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakatnya. Makna dari upacara naik dango bagi masyarakat suku dayak sebagai berikut :
                     1.    Sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia jubata kepada manusia karena telah          memberikan padi sebagai makanan manusia
                          2.     Sebagai permohonan doa restu kepada jubata untuk menggunakan padi yang telah        disimpan di dango menjadi suatu keberkatan bagi manusia dan tidak cepat habis.
                           3.        Sebagai pertanda penutupan tahun berladang
              4.    Sebagai saranan untuk bersilaturahmi atau mempererat hubungan persaudaraan atau  solidaritas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
                         A.    Kesimpulan
                              1.            Asal mula tradisi naik dango adalah ketika Jubata (sang pencipta) memberikan padi kepada manusia melalui perantaran Ne Baruankng Kulup, yaitu anak dari Ne Jaek dengan jubata. Hal inilah yang menjadi permulaan adanya tradisi naik dango. Masyarakat dayak melakukan tradisi ini setiap tahun dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur mereka kepada Jubata atas hasil panen padi yang mereka tanam. Dalam upacara naik dango, terdapat dua tahapan yang dilakukan ketika upacara naik dango, yaitu :
                                  a.    Sebelum hari pelaksanaan, dilakukan pelantunan mantra (nyangahathn) yang        disebut matik. Kegiatan ini bertujuan untuk memohon restu kepada jubata
                                            b.    Saat hari pelaksanaan dilakukan 3 kali nyangahathn, yaitu :
-       Pertama di sami, hal ini bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi     yang belum datang agar datang kembali ke rumah adat.
-       Kedua di baluh/langko, kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan semangat    padi di tempatnya, yaitu di lumbung padi.
-       Ketiga di pandarengan, hal ini bertujuan untuk berdoa memberkati beras agar     dapat bertahan dan tidak cepat habis.
                          A.    Saran


Komentar