BATU
MENANGIS
Kelas : 2a Apk
Ainiya
Tamira :Naya
Della
Septyani :Dela
Fikri
Ananda :Mardi
Inin
Tri Yuliani :Risa
Nurwinanda
Mayang Sari :Sari
Theo
Nugroho Pratama :Teo
Winawati : Bu Darmi
Alkisah disebuah desa terpencil didaerah Kalimantan Barat,
Indonesia. Hiduplah seorang janda tua yang bernama Darmi. Ia hidup disebuah
gubuk kecil diujung desa dengan kedua anaknya, yaitu Risa dan Sari. Sejak ayah
mereka meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah mereka tidak
meninggalkan harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan mereka, Darmi
bekerja disawah atau lading orang lain sebagai buruh upah
DI
RUMAH
Risa : “hmmm…. Aku memang wanita paling cantik
didesa ini.., yak kan ??”
Sari : (Diam saja)
Risa : “Hey!!, kau mendengarku tidak ?”
Sari : “iya kak”
Risa : “Bagaimana dandananku?, cantik tidak ?
Sari : “Cantik kok, kaya mimi peri”
Risa : “Apa maksudmu???, katakana sekali lagi!!”
(mendorong sari)
Sari : “aww… maaf kak”
Kemudian Risa meninggalkan adiknya, dan kembali mengagumi
kecantikannya didepan cermin. Sementara itu ibu dan Sari mengantarkan kue yang
dibuatnya ke warung di depan jalan raya. Diperjalanan pulang ia bertemu dengan
pemuda tampan didesa sebelah. Pemuda itu bernama Mardi, ia sering menyapa Sari
tetapi Sari tidak pernah memperdulikannya, karena ia tau bahwa kakaknya sangat
menyukai pemuda itu..
DI
JALAN
Mardi : “Ehhh… Assalamualaikum”
Ibu dan Sari : “Waalaikumsalam”
Mardi ;”Duhh.. ibu sama anak sama-sama cantik ya”
Ibu : “Bisa aja kamu nak”
Mardi : “hai dek Sari…, kok diem aja ?”
Sari : “Ihhh, bu….. pulang yuk”
Mardi :” Sari….. Sari…. Mau kemana kamu ??
Sari :”Mau Pulang”
Mardi : “Hati-hati ya dek sari “
Sementara itu diseberang jalan Naya, Della dan Teo
melihat bu Darmi dan Sari dari kejauhan.
Naya : “Eh.. eh, coba liat disana!”
Della : “Dimana nay ??”
Naya : “Itu, yang disana”
Della : “Ooh.. pembantunya sari maksud kamu ??”
Naya : “Hah.. Pembantu ?
Teo : “kacau dedel… itukan ibu sama adeknya si Risa”
Dela : “Hah… ibu atau pembantu?, waktu itu Risa
bilang kalau itu
pembantunya”
Naya : “ya ampun.. jahat banget sih si Risa itu”
Teo : “Ya udah lah… pulang yuk”
Akhirnya Naya, Dela, dan Teo pun pulang ke rumah mereka
masing-masing.
DI
RUMAH
Risa : “Bu.. aku laper… kok gak ada makanan di
dapur ?”
Ibu : “Ada kok, coba liat lagi”
Risa : “Mana??... kok gak ada?”
Ibu : “Ooh iya.. ibu belum masak nak, itu
yang didapur makanan ikan”
Risa : “Ya ampun bu!! Aku laper loh ini!”
Ibu : “Ya udah kalau laper, makan aja yang
ada”
Risa : “Ibu kira aku ikan ?”
Ibu : “Oh iya, mending kamu bantu ibu goring
ikan”
Risa : “Ihh.. gak ah, nanti kulitku yang mulus
ini rusak terkena minyak panas”
Ibu : “Kalau kamu berhati-hati kulitmu tidak
akan apa-apa”
Risa : “Idih… aku gak mau, ibu aja sana yang
masak”
Ibu : “tolong ibu lah nak, sekali ini saja,
ibu harus ke sawah”
Risa : “Ibu gak boleh pergi ke sawah sebelum
goring ikan itu!!!”
Ibu : “baiklah nak”
Risa langsung duduk di ruang tamu dan kembali mengagumi
kecantikannya. Tiba-tiba diluar ada bunyi orang mengetuk pintu, Risa dengan
marah-marah keluar menghampirinya, dan ternyata yang datang adalah Mardi
Mardi : “Assalamualaikum”
Risa :”Waalaikumsalam… siapa sih main kerumah!”
Mardi : “Hi Risa..”
Risa : “Eh, Mardi. Pasti kamu kesini
mencarikukan?” (Menarik tangan mardi)
Mardi : “ehhh,….
Risa : “sudahlah, ayo masuk”
Ibu datang menghampiri Mardi dan Risa di ruang tamu
Ibu : “Ini nak, silahkan diminum”
Mardi : “iya bu, makasih”
Setelah ibu kembali
kedapur
Mardi : “eh Ris, ternyata kamu bersaudara dengan
Sari ya”
Risa :”Maksudnya mar?? (Seolah-olah bingung)
Mardi : “Iya, yang tadi itu ibumukan ?”
Risa : “haaaaa?? Yang tadi mar ?, ya bukanlah,
dia itu pembantuku”
Mardi :”Loh jadi ibunya Sari itu pembantumu ?”
Risa : “Ya iyalah.. mereka berdua itu
pembantuku”
Mardi :”Yaampun, aku kira mereka itu keluargamu”
Risa : “Ya bukanlah mar. Eh Mar, temenin aku ke
pasar yuk”
Mardi : “Aduh, maaf Ris, aku ada janji sama temenku,
aku pulang dulu ya”
Mardipun pergi bergegas meninggalkan Risa, dan saat
dijalan ia bertemu dengan Dela, Naya, dan Teo
Dela : “Hi Mar…”
Mardi : “Eh, Del, Nay, Te (Sambil berjabat tangan)
Naya : “Dari mana Mar ?, kok buru-buru gitu?”
Mardi : “Itu, dari rumahnya Risa tadi
Naya : “ooh.. Risa kakaknya Sari itu ?”
Mardi : “Bukan nay, sari itu pembantunya Risa”
Naya : “Hah ??
Dela : “Ya… satu korban lagi deh”
Mardi : “Korban apaan del?”
Teo : “Yang bener aja mar, Sari itu adeknya
Risa”
Mardi : “Ye, Risa sendiri kok yang bilang”
Teo : “Udah ah.. susah kalau orang gak
percaya”
Naya : “Iya, susah memang. Mending pulang!”
Naya pun kesal dengan Mardi karena ia tidak percaya bahwa
Risa dan Sari bersaudara. Sementara itu di rumah
Sari : “Assalamualaikum..”
Ibu : “Waalaikumsalam”
Sari : “Bu, ini uang hasil kita berjualan kue”
Risa : “Sini” (Merampas uang)
Sari : “Apaan sih kak, itu uang…
Risa : Bodo amat!, uang ini mau kakak bawa
belanja
Sari :”ye.. itu uang mainan”
Ibu : “ya udah, biarin aja kakak kamu megang
uang itu”
DI
DEPAN RUMAH
Dela :”Hi, Ris”
Risa : “Hii”
Naya : “Dari mana ris ?”
Risa : “dari rumah”
Naya : “gak ke sawah ris ?, bantu ibu kamu ?
Risa “Coba ulang nay?, gak salah tuh”
Naya : “Iya, kesawah ris”
Teo :”jangan bilang kalau kamu malu Ris”
Dela :”Iya nih Risa, mau jadi anak durhaka ya”
Risa :”ih… jangan sok tau deh”
Teo : beda banget ya kamu sama sari, sari itu
orangnya baik
Risa :”Jangan bandingin aku sama dia, ya gak
level dong ya”
Naya :” Ya iya lah gak level, Sari anak baik, lah
kamu ?”
Risa : “Serahhhh!!”
DI
RUMAH
Ibu : “Sari, kakak kamu dimana ?”
Sari :”Kakak lagi marah di kamar bu”
Ibu :”Risa…., kenapa gak jadi kepasar ?”
Risa : “Bedakku habisbu!,”
Ibu : “ Yaudah ayo ikut ibu ke pasar. Kita
cari bedak yang murah ya nak”
Risa : “apa-apaan bu!, aku harus pakai bedak
mahal!
Ibu : “Tapi ibu gak ada uang nak”
Risa : “ Gak mau tau!”
Ibu :”ya udah, iya nak”
Risa :” Ayo, nanti ibu harus berjalan dibelakangku”
Akhirnya
Risa pun pergi kepasar dengan bu darmi, saat dijalan ia bertemu dengan Mardi.
Mardi : “hi Ris, mau kemana kamu?”
Risa : “Eh Mardi, mau ke pasar”
Mardi : “Mau beli apa Ris?”
Risa : “ Alat-alat kecantikan dong”
Mardi : “ Wah baik yah kamu, kepasar saja mengajak
pembantumu”
Risa : “Ya jelas”
Mardi : “Salut deh, aku kesana dulu ya Ris”
Ibu : “Kenapa kamu berbicara seperti itu Ris?
Risa : “Sudahlah diam saja”
Laksana Disambar petir, Darmi mendengar ucapan putrinya
seperti ini. Tapi, dia hanya terdiam sambil menahan rasa sedih.
Risa : “Ayo cepat pembantuku, lama sekali sih!”
Ibu : (diam saja)
Risa : “Hello, ayo cepat. Nanti tokohnya keburu
tutup”
Sang ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaan anaknya.
Ternyata ia sakit perut.
Risa ::Hei!!! Sedang apa sih?”
Ibu : “Ibu cepirit nak L
“
Naya, della dan Teo
menghampiri bu Darmi, sembari menolong sang ibu.
Dela :”Apa-apaan sih kamu Ris, dasar anak
durhaka!”
Teo : “Dasar gak tau terima kasih kamu!”
Risa : “Bodo amat!, aku gak percaya tentang anak
durhaka”
Mardi : “Ris, jadi ini ibu kamu !!?”
Risa : “Dia ibu yang tak pernah kuharapkan!”
Mardi : “Mulutmu Ris!!
Naya : “Bu, sudahlah. Ayo kita pergi”
Ternyata sang ibu bukan hanya sakit perut, ia juga sakit
hati. Sang ibu berdoa “Ya tuhan!!, ampunilah hambamu yang lemah ini, hamba
sudah tidak sanggup lagi menahan sakit perut ini dan sudah tak sanggup melihat
sikap anak hamba yang durhaka ini. Berikanlah hukuman yang setimpal kepadanya
ya allah.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba langit menjadi mendung.
Petir menyambar-nyambar, dan suara gemuruh memekakkan telinga. Pelan-pelan kaki
Risa berubah menjadi batu. Risa pun panic.
Risa : “Ibu!.... Ibu.. apa yang terjadi denganku
bu.. aduh kakiku keras sekali”
Ibu hanya diam
Risa : “Maafkan Risa bu!!, bu risa berjanji
tidak akan mengulanginya
Ibu : “Akhirnya tuhan melihat sikapmu nak,
sekarang tuhan sudah mendengar dan mengabulkan doa ibu”
Risa : “bu… maaf bu… maaf
Sang
ibu hanya bisa diam melihat anaknya berubah menjadi batu. Namun, apa hendak
dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi dihindari. Gadis
durhaka itu hanya bisa menangis dan menangis menyesali perbuatannya.
Teo : “Ya ampun.. kasian banget ya bu Darmi.”
Dela : “Iya, selama ini selalu menahan hati”
Teo : “Risa patut mendapat hukuman seperti
itu”
Mardi : “ahh udah lah, semoga kita tidak jadi anak
durhaka ya”
Dela : “Iya Mar,”
Teo : “Ayo kita pulang”
Cuacapun kembali terang seperti sedia kala. Seluruh tubuh
Risa tela menjelma menjadi batu. Batu itu kemudian diletakkan oleh masyarakat
di pinggir jalan menghadap ke tebing, dan oleh masyarakat setempat, batu itu
dikenal dengan batu menangis.
Sekian penampilan drama dari kelompok kami, pesan yang
dapat diambil dari cerita ini adalah jangan menjadi anak durhaka kepada orang
tua, terutama kepada ibumu. Karena ridha allah tergantung dari ridha orang tua.
Komentar
Posting Komentar